Menangkap Pisau Jatuh


Menangkap Pisau Jatuh. "A hugely profitable investment that doesn't begin with discomfort is usually an oxymoron" - Howard Marks. Investasi yang berhasil beberapa dihasilkan dari keputusan yang contrarian. "Jangan menangkap pisau jatuh" kata beberapa analis, ini mungkin bisa disebut sebagai pakem investasi dengan dasar comfort zone". Menghindari saham2 yang sedang jatuh, yang sedang dibuang investor dan tidak dilirik "sementara". Strategi ini aman, tapi biasanya returnnya juga biasa. Hal yang berbeda dilakukan oleh investor yang menganut paham contrarion. Dengan perhitungan yang matang, semisal menghitung margin of safety yang tepat, Investor contrarion justru mengambil tindakan berlawanan dengan market. Mereka justru akan menangkap pisau yang jatuh. Apa resikonya? Tentu saja berdarah2 terlebih dahulu. Ibarat menangkap pisau yang jatuh, resikonya pisau akan menembus tangan. Mengakumulasi saham yang sedang terbuang, untuk kemudian menunggu masalah yang dihadapinya selesai. Resikonya, harga bisa turun semakin dalam. Tetapi dengan perhitungan yang matang, tentu ketika investor contrarion ini tau bahwa emiten yang dipilih mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya, ketika hal itu terjadi, sahamnya tentu akan rebound dan akan menghasilkan return yang luar biasa. Penganut comfort zone tadi akan ketinggalan kereta, tetap profit tetapi tidak sebesar mereka yang contrarion. Sebagai contoh yang serig digunakan INDY, HRUM, kemudian BBNI. Indy dan Hrum. Ketika batubara mulai ditinggalkan, kedua saham ini tidak ada yang melirik, hrum dari 1000-an kemudian rebound menjadi 11.675, demikian juga dengan Indy. Hal sama terjadi dengan BBNI pada tahun 2008 ketika memiliki exposure di lehman brothers sebesar 7,8 juta dolar AS, ini tentu secara psikologis mempengaruhi harga BBNI di market saat itu hingga turun sekitar 73% (dari sekitar 1800 menjadi 425). Ketika semua masalah itu selesai, tentu harga saham rebound kembali. Tetapi sayangnya tidak semua perusahaan yang dulunya bagus, bisa keluar dari permasalahan yang dihadapi. Ini pentingnya kita melihat siapa the man behind the scene. Siapa nahkodanya aka manajemennya. Seperti yang disampaikan oleh Pak Agus Andiyasa (Head of Representative IDX Bali). Yang pertama dilihat adalah siapa manajemen perusahaannya. Ini berkaitan dengan tadi, ketika "kita menangkap pisau jatuh", investor cerdas akan melakukan research menyeluruh kedalam emiten yang akan diambilnya, dengan segala resiko yang akan ditanggungnya. Mungkin analisanya yang dipakai bisa jadi contrarion juga yaitu bottom up analisys. Dimulai dari spesific business (siapa manajemennya, kondisi fundamentalnya untuk menanggung masalah yg dihadapi apakah bisa bertahan dan keluar dari masalahnya), kemudian berlanjut ke kondisi industry-nya (apakah temporary slowdown), kemudian berlanjut ke sector businessnya, kemudian kondisi local economy (kondisi ekonomi negara tempat emiten) dan terakhir kondisi global economy (bagaimana kondisi global economy mempengaruhi). Kenapa harus melihat global economy, kalau emiten yang dibeli adalah emiten besar, tentu marketnya tidak hanya domestik kan. Tentu sangat sulit dan diperlukan keberanian untuk "menangkap pisau jatuh". Jawabannya sudah pasti, makanya hanya sedikit Investor yang bisa menghasilkan return yang multibagger. Sesuatu yang besar, tentu memerlukan effort yang besar. Masak mau return 1000% tapi mau mulus aja jalannya 😆.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

GREAT INVESTORS DOESN'T MISS THE OPPORTUNITIES

Seberapa tahan, bukan seberapa cepat (4 years insight in the stock market)

SVB EXPLAIN